Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan sembelihlah hewan. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus. Pemberian nikmat oleh Allah kepada manusia tak terhingga. Kesehatan dan kesempatan juga nikmat yang sangat penting.
Sehingga ada yang kaya raya, cukup kaya, miskin, bahkan ada yang menjadi seorang gelandangan berteduh di kolong jembatan. Demikianjuga ada yang menjadi penguasa, ada yang rakyat jelata. Ada pimpinan, kepala, bawahan,dan anak buah. Ini semua juga dalam rangka cobaan bagi siapa yang benar-benar mukmin dan siapa yang hanya mukmin di bibir saja.
Salah satu bukti seorang mukmin telah lulus cobaan dalam nikmat harta kekayaan adalah ia dengan ikhlas menggunakannya untuk ibadah haji. Sehingga bagi orang demikian akan memperoleh haji yang mabrur. Sedang haji mabrur pahalanya hanyalah surga. Betapa gembira dan bahagianya orang kaya yang dapat mencapai haji mabrur demikian.
Belum lagi jika ia sempat shalat berjamaah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi maka tiada terkira lagi pahalanya.Namun ini konteksnya adalah orang yang kaya. Sedang orang yang tidak mampu / miskin tidak perlu berkecil hati. Bagi kita yang tidak mampumaka konteksnya terkandung dalam hadis Nabi SAW berikut ini: “Hajinya orang yang tidak mampu adalah berpuasa pada hari Arafah”.
Itulah maka sangat disayangkan bila di antara kita ada yang menyia-nyiakan kesempatan dari Allah yakni tidak mau berpuasa pada tanggal 9 Zul Hijjah yang disebut puasa Arafah itu. Cobaan tentang harta kekayaan juga berkaitan dengan pelaksanaan ibadah udhiyah yakni menyembelih hewan yang kita kenal dengan hewan kurban di hari raya Adha.
Karena pada hari tersebut Allah mensyariatkan untuk berkurban, maka salah satu bukti lagi bahwa seseorang lulus dari cobaan harta adalah ia dengan ikhlas mau mengunakannyauntuk berkurban baik itu berupa sapi, kerbau maupun kambing. Ini tergantung pada kemampuan masing-masing. Seekor kambing boleh digunakan untuk satu orang beserta keluarga seisi rumahnya.
Sedang sapi, kerbau, boleh untuk tujuh orang beserta keluarga seisi rumah mereka masing-masing. Daging sembelihan ini termasuk syiar agama yakni untuk dimakan menjamu tamu diberikan kepada yang meminta atau yg tidak meminta {orang mampu}. Sementara itu cobaan besar terhadap sesuatu yang dimiliki manusia pernah dialami Abul Anbiya Ibrahim AS.
Beliau telah lulus ujian atau cobaan dari Allah. Hal ini didokumentasikan dalam Al- Qur’an dan ketika Ibrahim diberi cobaan oleh Allah dengan beberapa kalimat lalu Ibrahim lulus dalam cobaan itu. Kelulusan Ibrahim tidak hanya dalam melaksanakan perintah Allah tetapi juga dalam kebijaksanaannya menyampaikanperintah itu kepada anaknya yang sangat dicintainya.
Sedangkan Ismail anak yang patuh dan mengerti kedudukan orang tuanya, dan posisinya sebagai anak ia tidak membangkang dan tidak bimbang. Ismail memberikan jawaban yang memancarkan keimanan tawaddu dan tawakkal kepada Allah bukan untuk menonjolkankepahlawanan atau kegagahan mencari popularitas.
Ia tidak melakukan unjuk rasa yang konfrontatif tanpa mengindahkanakhlakul karimah atau dgn kekerasan utk memprotes kehendak bapaknya. Sungguh dua tokoh bapak dan anak ini merupakan uswah hasanah bagi umat manusia. Bahkan syariat Nabi Muhammad SAW merupakan syariat yang dulunya telah diwahyukan Allah kepada Ibrahim .
Maka kita menyembelih hewan kurbandi hari Idul Adha ini termasuk meneladani sunnah Ibrahim. Idul Adha memiliki makna yang penting dalam kehidupan. Makna ini perlu kita renungkan dalam-dalam dan selalukita kaji ulang agar kita lulus dari berbagai cobaan Allah. Makna Idul Adha menyadari kembali bahwa makhluk yang namanya manusiaini adalah kecil dan pada hakikatnya yang memiliki puja dan puji itu hanyalah Allah.
Maka alangkah celakanya orang yang gila puja dan puji sehingga kepalanya cepat membesar, dadanya melebar bila dipuji orang lain. Namun segera naik pitam wajah merah dan jantung berdetak melambung bila ada orang yang mencela, mengkritik, dan mengoreksinya. Inilah makna kita kumandangkan tahmid Wa lillahil-hamd!
Mari kita menyadari bahwa segala nikmat yang diberikan Allah pada hakikatnya adalah sebagai cobaan atau ujian.Apabila nikmat itu diminta kembali oleh yang memberi maka manusia tidak dapat berbuat apa-apa. Hari ini jadi konglomerat,esok bisa jadi melarat dengan utang bertumpuk.
Sekarang berkuasa, lusa bisa jadi hina, tersia-sia oleh massa. Kemarin jadi kepala kantor dengan mobil Innova, entah kapan mungkin bisa jadi bahan humor karena naik sepeda butut, Sedang nikmat yang berupa harta hendaknyakita ikhlas untuk berinfak di jalan Allah seperti untuk berkurban.
Percayalah dalam hal harta apabila kita ikhlas di jalan Allah niscaya Allah akan membalasnya dengan berlipat ganda. Tetapi jika kita justru kikir, pelit, tamak,bahkan rakus, tunggulah kekurangan kemiskinan dan kegelisahan hati selalu menghimpitnya.
sumber : waspada.co.id
27 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar