UNESCO mengukuhkan BATIK Indonesia sebagai Warisan Budaya Dunia (World Heritage). Jika Anda merasa sebagai bangsa Indonesia, mari kita pakai baju batik pada tgl 2/10 (Let's wear Batik on Oct 2nd).
SYDNEY, KOMPAS.com — Tanggal 2 Oktober 2009 mendatang Lembaga PBB untuk Pendidikan, Sains, dan Budaya (UNESCO) bakal menetapkan batik sebagai warisan budaya dari Indonesia (the world cultural heritage of humanity from Indonesia). Berkaitan dengan itu, Asosiasi Pariwisata dan Biro Perjalanan Indonesia DKI Jakarta mengimbau seluruh biro perjalanan yang menjadi anggota Asita DKI, beserta seluruh karyawannya untuk mengenakan baju batik pada hari itu.
"Saya malah sangat ingin hari itu dijadikan gerakan berbaju batik bagi seluruh rakyat Indonesia. Semuanya, dari petani, sopir angkutan termasuk tukang becak dan ojek, pegawai kantor pemerintah maupun swasta, penyiar televisi, sampai pejabat hingga Presiden mengenakan batik," kata Wakil Ketua Asita DKI Rudiana dalam perbincangan lepas di Sydney, Australia, Kamis (17/9) siang.
Menurut Rudiana, gerakan nasional berbaju batik sehari saja bagi seluruh rakyat Indonesia pada 2 Oktober itu perlu untuk menumbuhkan rasa nasionalisme."Dulu ketika ada kabar batik diklaim Malaysia, bagaimana marahnya kita. Sekarang badan dunia UNESCO mengakui batik sebagai milik kita. Masak kitaadem ayem saja. Tidak ada apa pun untuk menyambut kemenangan ini," katanya.
TEMPO Interaktif, Boston - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak seluruh warga Indonesia memakai baju batik pada 2 Oktober 2009. Pada 2 Oktober nanti, batik akan ditetapkan Unesco sebagai global cultural heritage.
"Saya mengajak rakyat dan warganegara Indonesia di manapun berada, hari itu kita menggunakan batik. Dunia tahu, batik yang sejak abad 17 dibuat di Indonesia dengan menggunakan "malam"–-ini bukan malam yang artinya "evening" lo--merupakan warisan Majapahit dari bumi Indonesia," ujar Yudhoyono.
Dengan demikian, sudah beberapa warisan budaya dunia dan ditetapkan asal Indonesia: wayang, keris, batik. "Sebentar lagi angklung akan kita daftarkan," kata Presiden Yudhoyono.
Ajakan Yudhoyono itu disampaikan saat menghadiri pertemuan dengan perkumpulan mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat (Permias) Sabtu malam waktu setempat di Four Seasons Hotel, Boston. Pada kesempatan itu Yudhoyono sempat bicara soal hubungan “hangat” Indonesia dan Malaysia belakangan ini.
Mulanya, seorang mahasiswa bertanya kepada Presiden dalam forum yang dihadiri sekitar 300 orang itu-–termasuk perwakilan keluarga asal Indonesia di Boston dan sekitarnya. "Bagaimana sikap kita terhadap Malaysia yang belakangan gencar mengklaim produk kita sebagai miliknya. Sampai rendang pun mereka klaim, saya tersinggung juga sebagai keturunan orang Padang," ujar sang mahasiswa.
Presiden Yudhoyono menjelaskan bahwa kedua bangsa memiliki kesamaan budaya. Dan sejak dulu selalu ada orang Indonesia yang hijrah ke Malaysia, lengkap membawa segala budaya dari Indonesia. Termasuk, reog ponorogo, rendang, lagu-lagu Jawa, dan lainnya.
"Asalkan mereka tidak mengakui itu sebagai milik mereka, kita tak boleh marah. Kalau mereka jelaskan asal usul dari Indonesia, kita tak boleh marah. Kita mustinya bangga bahwa budaya kita dipakai di sana," jelas Presiden. Dua tahun lalu, SBY bertemu Perdana Menteri (lama) Malaysia Abdullah Badawi dan menyampaikan soal lagu Rasa Sayange, reog ponorogo, dan lain sebagainya.
"Wah ini tak baik, bisa perang saudara dalam tanda kutip. Tapi inilah yang biasa terjadi antar tetangga dekat. Sekali-kali ada perselisihan. Itu biasa dalam bertetangga. Tak mungkin kalau Indonesia rebut dengan masyarakat Irlandia atau Nepal, misalnya, karena jauh sekali. Tapi isu ini kalau tak dikelola dengan baik, akan menimbulkan hal-hal yang tak baik juga."
Maka, sejak tahun lalu, sudah dibentuk Eminent Person Group yang diketuai bekas panglima TNI Try Sutrisno untuk urusan meningkatkan persahabatan dengan Malaysia. "Tapi kalau soal yang lain, seperti batas sekitar Ambalat dan perbatasan, bagi saya itu merupakan hal yang prinsip. Itu menyangkut kedaulatan negara kita. Harus diselesaikan dengan sebaik-baiknya, secara matang dan bermartabat. Posisi Indonesia sangat jelas dalam hal prinsip ini."
SYDNEY, KOMPAS.com — Tanggal 2 Oktober 2009 mendatang Lembaga PBB untuk Pendidikan, Sains, dan Budaya (UNESCO) bakal menetapkan batik sebagai warisan budaya dari Indonesia (the world cultural heritage of humanity from Indonesia). Berkaitan dengan itu, Asosiasi Pariwisata dan Biro Perjalanan Indonesia DKI Jakarta mengimbau seluruh biro perjalanan yang menjadi anggota Asita DKI, beserta seluruh karyawannya untuk mengenakan baju batik pada hari itu.
"Saya malah sangat ingin hari itu dijadikan gerakan berbaju batik bagi seluruh rakyat Indonesia. Semuanya, dari petani, sopir angkutan termasuk tukang becak dan ojek, pegawai kantor pemerintah maupun swasta, penyiar televisi, sampai pejabat hingga Presiden mengenakan batik," kata Wakil Ketua Asita DKI Rudiana dalam perbincangan lepas di Sydney, Australia, Kamis (17/9) siang.
Menurut Rudiana, gerakan nasional berbaju batik sehari saja bagi seluruh rakyat Indonesia pada 2 Oktober itu perlu untuk menumbuhkan rasa nasionalisme."Dulu ketika ada kabar batik diklaim Malaysia, bagaimana marahnya kita. Sekarang badan dunia UNESCO mengakui batik sebagai milik kita. Masak kitaadem ayem saja. Tidak ada apa pun untuk menyambut kemenangan ini," katanya.
TEMPO Interaktif, Boston - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak seluruh warga Indonesia memakai baju batik pada 2 Oktober 2009. Pada 2 Oktober nanti, batik akan ditetapkan Unesco sebagai global cultural heritage.
"Saya mengajak rakyat dan warganegara Indonesia di manapun berada, hari itu kita menggunakan batik. Dunia tahu, batik yang sejak abad 17 dibuat di Indonesia dengan menggunakan "malam"–-ini bukan malam yang artinya "evening" lo--merupakan warisan Majapahit dari bumi Indonesia," ujar Yudhoyono.
Dengan demikian, sudah beberapa warisan budaya dunia dan ditetapkan asal Indonesia: wayang, keris, batik. "Sebentar lagi angklung akan kita daftarkan," kata Presiden Yudhoyono.
Ajakan Yudhoyono itu disampaikan saat menghadiri pertemuan dengan perkumpulan mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat (Permias) Sabtu malam waktu setempat di Four Seasons Hotel, Boston. Pada kesempatan itu Yudhoyono sempat bicara soal hubungan “hangat” Indonesia dan Malaysia belakangan ini.
Mulanya, seorang mahasiswa bertanya kepada Presiden dalam forum yang dihadiri sekitar 300 orang itu-–termasuk perwakilan keluarga asal Indonesia di Boston dan sekitarnya. "Bagaimana sikap kita terhadap Malaysia yang belakangan gencar mengklaim produk kita sebagai miliknya. Sampai rendang pun mereka klaim, saya tersinggung juga sebagai keturunan orang Padang," ujar sang mahasiswa.
Presiden Yudhoyono menjelaskan bahwa kedua bangsa memiliki kesamaan budaya. Dan sejak dulu selalu ada orang Indonesia yang hijrah ke Malaysia, lengkap membawa segala budaya dari Indonesia. Termasuk, reog ponorogo, rendang, lagu-lagu Jawa, dan lainnya.
"Asalkan mereka tidak mengakui itu sebagai milik mereka, kita tak boleh marah. Kalau mereka jelaskan asal usul dari Indonesia, kita tak boleh marah. Kita mustinya bangga bahwa budaya kita dipakai di sana," jelas Presiden. Dua tahun lalu, SBY bertemu Perdana Menteri (lama) Malaysia Abdullah Badawi dan menyampaikan soal lagu Rasa Sayange, reog ponorogo, dan lain sebagainya.
"Wah ini tak baik, bisa perang saudara dalam tanda kutip. Tapi inilah yang biasa terjadi antar tetangga dekat. Sekali-kali ada perselisihan. Itu biasa dalam bertetangga. Tak mungkin kalau Indonesia rebut dengan masyarakat Irlandia atau Nepal, misalnya, karena jauh sekali. Tapi isu ini kalau tak dikelola dengan baik, akan menimbulkan hal-hal yang tak baik juga."
Maka, sejak tahun lalu, sudah dibentuk Eminent Person Group yang diketuai bekas panglima TNI Try Sutrisno untuk urusan meningkatkan persahabatan dengan Malaysia. "Tapi kalau soal yang lain, seperti batas sekitar Ambalat dan perbatasan, bagi saya itu merupakan hal yang prinsip. Itu menyangkut kedaulatan negara kita. Harus diselesaikan dengan sebaik-baiknya, secara matang dan bermartabat. Posisi Indonesia sangat jelas dalam hal prinsip ini."